TRIBUNJOGJA.COM, MAGELANG - "Mengenai diriku, darahku sudah mulai dicurahkan sebagai persembahan dan saat kematianku sudah dekat. Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman. Sekarang telah tersedia bagiku mahkota kebenaran yang akan dikaruniakan kepadaku oleh Tuhan, Hakim yang adil, pada Hari Nya; tetapi bukan hanya kepadaku, melainkan juga kepada semua orang yang merindukan kedatangan-Nya."
Itulah cuplikan sebagian renungan yang ditulis oleh rektor Seminari Menengah St. Petrus Kanisius Mertoyudan, Ignatius Sumarya, SJ, satu hari sebelum menutup mata untuk selama-lamanya. Cuplikan renungan itulah yang membuat T Sukarman, Staff Tata Usaha, Seminari Menengah St. Petrus Kanisius Mertoyudan, sangat kaget dan merinding tentang kabar duka pada Minggu (27/10/2013) pagi tersebut.
"Entah apakah itu menjadi firasat Romo Maryo atau tidak saya kurang tahu. Namun, begitu mencermati tulisannya, beliau seolah tahu tentang kematiannya. Ini yang menjadi pertanyaan bagi saya," ungkapnya saat ditemui Tribun Jogja, Senin (28/10/2013).
Sukarman mengatakan renungan tersebut merupakan tulisan renungan almarhum Romo Maryo yang ditulis, dan disampaikan melalui yahoomail Seminari Menengah Mertoyudan pada Sabtu (26/10/2013) lalu. Dari email tersebut tertulis, Romo Maryo mengirimkannya pada pukul 12:54 siang, kepada 20 subyek lainnya.
Romo Maryo, selama ini memang dikenal sebagai penulis renungan harian yang diedarkan kepada umat. Cuplikan tersebut, kemudian dituliskan Sukarman di teks misa requiem yang diselenggarakan di kapel Seminari Menengah Mertoyudan kemarin.
Sukarman mengenal sosok Romo Maryo (panggilan akrab Romo Sumarya), bukan hanya sebagai pastur yang memimpin perayaan ekaristi di Gereja saja. Lebih dari itu, ia mengenalnya sebagai seorang pelayan umat yang sangat tulus dan murah hati. Ia juga mengenal Romo Maryo sebagai pribadi yang sederhana sejak menjadi rektor di Seminari tanggal 15 April 2011 lalu.
"Ia juga menjalankan tugas sebagai rektor dengan tidak terlalu kaku. Bisa mengenal antar person di lingkup Seminari Mertoyudan," ungkapnya.
Bahkan, dalam pelayanan Gereja, Sukarman yang bersinggungan langsung dengan tata liturgi Paroki Mertoyudan, membuatnya selalu berkomunikasi dengan Romo Maryo. Ia selalu senang jika Romo Maryo rajin memberikan pelayanan dengan memimpin misa.
"Sangat rajin pelayanan di gereja. Selain itu, ia juga sangat memperjuangkan kebutuhan bagi Seminari. Selain itu, ia adalah olahragawan yang rajin, sampai saya terkadang iri," ucapnya.
Satu hal yang paling berkesan baginya adalah lagu kesukaan Romo Maryo yang hampir sama dengan telinganya. "Romo senang nyetel musik uyon-uyon dan slow. Wah, rasanya sangat kehilangan sosok panutan yang disegani. Dia rektor yang sangat peduli," katanya.
Lain halnya dengan Yohanes Setyawan, Sekretaris Romo Maryo, yang mengaku masih mengenang saat-saat Romo Maryo berpamitan dengannya dan staff lainnya. Ia tak menyangka bahwa kepergian Romo Maryo adalah mengikuti lomba lari internasional Jakarta Marathon 2013.
"Padahal, saat saya mendengar pamitnya Romo (Maryo), dia hanya bilang akan pulang ke kampung halamannya di Klaten. Ternyata, dia ke Jakarta. Memang ada yang dipamiti ke Jakarta," kenang Setyawan.
Setyawan mengingat atasannya tersebut sebagai pribadi yang baik dan rajin berolahraga. Kebiasaan Romo Maryo yang paling diingatnya, adalah setiap pagi membaca koran dan membuat renungan harian.
"Beliau juga suka sekali dengan kerupuk. Saat menunggu makan siang, biasanya mampir kantor, sambil makan krupuk," katanya mengenang Romo yang lahir di Dusun Sumyang, Sumyang, Jogonalan, Klaten, Jateng ini.
Sementara, Geri Djeen (15), seminaris tingkat dua, mengaku mengenal Romo Sumarya sebagai sosok yang humoris dan tidak pernah marah. Menurutnya, Romo Maryo selalu suka tersenyum.
"Paling berkesan saat dengan romo sumaryo sering menghibur seminaris dengan suara beratnya. Dia juga selalu menunggu para seminaris jika sedang telpon dengan keluarga setiap hari selesai makan. Dia sangat kebapakan," kata seminaris asal Kudus ini, diamini oleh temannya Albert.
Romo Ignatius Sumarya, SJ, lahir di Klaten, 9 November 1952. Lulusan Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara tahun 1978 ini, pernah bertugas sebagai ekonom Keuskupan Agung Semarang (KAS) pada tahun 1986-1996. Ia juga lama menjabat sebagai Direktur Perkumpulan Strada dan Pater Unit Kampung Ambon (1984-1996), dan menjadi Rektor Kanisius Jakarta (2002-2011), dan Ia juga bertugas di KWI Jakarta. (Agung Ismiyanto)