Laporan Reporter Tribun Jogja, Ekasanti Anugraheni
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas mengaku telah merelakan salah seorang putrinya pergi meninggalkan Keraton Yogyakarta, kelak mengikuti suaminya. GKR Hemas pun menyatakan lega selangkah lagi semua putrinya akan mentas berkeluarga.
Ihwal GKR Hayu yang akan menjalani prosesi pernikahan pada 2-13 Oktober ini, GKR Hemas mengungkapkan, putri kesayangannya itu mau tidak mau kelak harus mengikuti suaminya, KPH Notonegoro, yang bekerja di kantor pusat UNDP.
"Meskipun sepi, tapi saya ikut senang. Saya lega anak-anak sudah berumahtangga semua," tutur GKR Hemas di Keraton Kilen, Jumat (18/10/2013) sore. Di mata Hemas, Hayu ialah salah seorang putrinya yang punya kepedulian tinggi terhadap Keraton.
Hayu punya cita-cita besar untuk memajukan Keraton sebagai poros kebudayaan DIY yang mampu berdampingan dengan kehidupan modernitas dan kemajuan teknologi. Hal itu dibuktikannya dengan menginisiasi lembaga baru Tepas Tandhayekti.
Melalui tepas itu, Hayu yang bertindak sebagai penghageng telah sukses meluncurkan website www.kratonwedding.com untuk mempromosikan Keraton ke mata dunia. Hayu bahkan sempat mengutarakan niatannya untuk mengembangkan website resmi Keraton.
"Hayu memang berfikiran lebih maju dan pandai. Karena itulah, ia memilih pendidikan di bidang teknologi informasi. Karena dia (Hayu) kini Keraton bisa diakses dunia," tutur istri Sri Sultan HB X yang juga Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI.
Selain kepeduliannya terhadap Keraton, Hemas juga terkesan dengan kepedulian Hayu terhadap keluarga terutama menyangkut kesehatan dirinya. Hayu pulalah yang selalu mendorongnya untuk check up kesehatan rutin mengingat kesibukannya menguras waktu dan tenaga.
Bahkan, di sela kesibukannya, Hayu mau meluangkan waktu untuk mengantarkan ibundanya check up kesehatan jantung ke Singapura. "Hayu memang jarang bicara, banyak diam, tapi sangat peduli terutama kesehatan ibunya ini," ucapnya seraya tersenyum.
Bahkan, kepeduliannya terhadap Keraton itu pulalah yang menjadi satu di antaranya alasan Hayu menunda pernikahannya yang rencananya digelar berbarengan dengan adiknya, GKR Bendara pada 2011.
Sempat risau
Menurut Hemas, Hayu sempat risau jika ia menikah, otomatis ia harus meninggalkan Indonesia dan berpisah dengan Keraton. "Sejauh apapun, harapannya ia tetap peduli," imbuh Ratu Hemas yang bernama kecil Tatiek Dradjad Supriastuti.
Di tempat terpisah, Sri Sultan HB X turut merasakan kebahagiaan serupa. Sebagai seorang ayah, Sultan lega telah mengantarkan putri-putrinya menuju jenjang kehidupan yang baru.
"Saya hanya mencoba menjadi orangtua yang baik. Semoga dia berbahagia," tutur Raja yang juga Gubernur DIY ini. Meski demikian, Sultan berpesan agar putri keempatnya itu tidak melepaskan tanggungjawabnya sebagai keluarga Keraton meskipun berada di luar negeri.
Di manapun tempat tinggalnya dan apapun profesinya, Hayu tetaplah bertanggunjawab melestarikan tradisi keraton agar tidak lenyap di tengah modernisasi. "Kalau ada acara tradisi ya datang, tapi kalau jauh, nggak datang juga tidak apa-apa. Asalkan tanggungjawab ke Keraton masih ada," ucap Sultan.
Rangkaian Pawiwahan Ageng pada 21-23 Oktober akan diawali prosesi pisowanan/parakan nyantri di Keraton Kasultanan Yogyakarta. Kemudian dilanjutkan siraman, majang, pasang tarub, tantingan dan midodareni, ijab qabul, panggih, kirab temanten hingga resepsi di Bangsal Kepatihan.
Kemudian diakhiri pamitan pada Rabu (23/10) malam. "Upacara pernikahan kali ini memang dipadatkan waktunya karena mereka (GKR Hayu dan KPH Notonegoro) harus segera kembali ke Amerika tanggal 28 Oktober," tutur Hemas.
Sebagai bagian syarat menjelang dhaup ageng, sehari sebelumnya calon suami GKR Hayu akan diinapkan di Ndalem Mangkubumen sebelum dijemput masuk Keraton. Lokasinya satu kawasan dengan Universitas Widya Wiwaha atau sebelah barat pasar Ngasem.
Ndalem Mangkubumen merupakan kediaman Pangeran Mangkubumi. Setelah wafat pada 1918, Ndalem Mangkubumen menjadi kediaman Sultan HB VII dan VIII. Bahkan rumah tersebut pernah menjadi tempat tinggal sementara Jenderal Sudirman saat agresi Belanda II pada 1948.
Ritual pertama yang akan dijalani KPH Notonegoro adalah siraman di Kasatriyan. Siraman menggunakan air dari tujuh sumber mata air yang ada di Keraton. "Siraman untuk Hayu pada pukul 10.15, sedangkan siraman Notonegoro pukul 10.45," kata Hemas.(Ekasanti Anugraheni)
Anda sedang membaca artikel tentang
Ratu Hemas Relakan Hayu Tinggalkan Keraton
Dengan url
http://jogyamalioboro.blogspot.com/2013/10/ratu-hemas-relakan-hayu-tinggalkan.html
Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya
Ratu Hemas Relakan Hayu Tinggalkan Keraton
namun jangan lupa untuk meletakkan link
Ratu Hemas Relakan Hayu Tinggalkan Keraton
sebagai sumbernya
0 komentar:
Posting Komentar