Laporan Reporter Tribun Jogja, Niti Bayu Indrakrista
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA -- Predikat sebagai 'Kampus Pencetak Pengusaha' tidak lantas membuat Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Bisnis dan Perbankan (Stiebbank) melepaskan begitu saja kegiatan akademik formal. Bahkan, Stiebbank mengintegrasikan kewirausahaan ke dalam kurikulum, membuat proses pembelajaran di kampus tersebut memiliki nilai tambah tersendiri.
Ketua Stiebbank, Sugiri AMd SPd Meng, mengatakan, sebagai lembaga formal, 'roh' yang menyala di Stiebbank adalah menelorkan para sarjana. Namun, para sarjana itu harus memiliki nilai lebih.
"Kami lahirkan sarjana akuntansi plus pengusaha serta sarjana manajemen plus pengusaha," kata Sugiri saat ditemui di kampus Stiebbank, Jalan Magelang Km 8, Yogyakarta, Senin (12/5) siang.
Seperti yang Sugiri sebutkan, terdapat dua program studi yang bisa dipilih para mahasiswa Stiebbank, yaitu akuntansi dan manajemen. Pada masing-masing prodi tersebut, kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga mahasiswa dapat leluasa mengembangkan diri, baik pada aspek akademis maupun kewirausahaan.
Kurikulum perkuliahan di Stiebbank terdiri atas 144 Satuan Kredit Semester (SKS) yang ditempuh dalam delapan semester, sesuai aturan pemerintah. Sebagaimana di kampus lain, masih seperti aturan pemerintah, terdapat sejumlah mata kuliah dasar umum (MKDU) yang mengajarkan mengenai kewirausahaan.
Bedanya, kata dia, perguruan tinggi lain jumlah MKDU hanya dua SKS. Sementara Stiebbank tanpa tanggung-tanggung menerapkan mata kuliah kewirahusahaan hingga 25 SKS. "Mahasiswa mendapatkan mata kuliah kewirausahaan sejak semester satu hingga semester lima," tambah Giri.
Wakil Ketua 1 Bidang Akademik Stiebbank, Sungkono SE MSi Ak CA, mengatakan, dari sisi pengajar, dosen Stiebbank berkomitmen mendampingi mahasiswa secara holistik. Bukan hanya untuk aspek akademik, melainkan juga kewirausahaan itu sendiri.
"Bahkan jika perlu, permasalahan pribadi mahasiswa yang berpengaruh ke performa kuliah dan wirausaha juga bisa dikonsultasikan," ujar Sungkono.
Keberadaan dosen itu tetap menjaga prestasi akademik mahasiswa tetap jalan. Ia menjelaskan, Stiebbank menggunakan metode pengajaran Neuro Linguistic Programming (NLP). Artinya, dosen mentransfer ilmu hingga tataran pikiran bawah sadar mahasiswa. Dengan demikian, pelajaran yang diberikan dapat bertahan lebih lama dan dipahami secara lebih baik oleh mahasiswa.
Sebagai tahap awal, kata Sungkono, dosen harus bisa membongkar mental block alias mindset penghalang yang sudah terlanjur terbentuk dalam diri mahasiswa sejak tahap pendidikan sebelumnya, atau bahkan dibentuk oleh kultur.
"Misalnya pemahaman bahwa matematika itu sulit, wirausaha itu sulit. Dosen harus bisa dobrak itu dulu," ujar Sungkono.
Untuk tujuan itu, setiap mahasiswa harus bisa merinci 'impian kecil' dan harapan mereka terhadap mata kuliah yang akan mereka jalani. Dosen menyadarkan mahasiswa akan kekuatan dan kelemahan mereka berkaitan dengan mata kuliah tersebut.
Mahasiswa pun bisa menentukan langkah atau cara belajar yang akan ia ambil. Semua itu, lanjut Sungkono, akan bermuara pada impian besar menjadi pengusaha sukses.
Bekal untuk Semua
Tidak semua mahasiswa Stiebbank nantinya benar-benar meneruskan niatnya untuk menjadi pengusaha. Hal itu diakui Ketua Program Studi Manajemen Stiebbank, Dra Titiek Mulyaningsih MBA.
Kenyataan itu tidak lantas membuat Stiebbank meninggalkan mereka yang berminat menekuni profesi sesuai penjurusannya. "Mahasiswa tetap mendapat mata kuliah perbankan yang mumpuni," kata Titiek.
Ia mengatakan, dirinya tidak menutup mata terhadap kemungkinan berubahnya minat mahasiswa. Mereka yang semula ingin bergelut sebagai wirausaha, kemudian ternyata tertarik untuk menekuni profesi tertentu. Begitu pula sebaliknya. Karena itu, Stiebbank tetap membeli bekal yang lengkap terhadap keduanya.
Sementara itu, Ketua Program Studi Akutansi Stiebbank, Edy Anan SE MAk Ak CA, berpendapat, kampus telah merancang desain kurikulum yang dapat memfasilitasi kebutuhan mahasiswa dari sisi akademik maupun kewirausahaan.
Untuk akuntansi, misalnya, terdapat tiga kemungkinan.
Pertama, enterpreneurial accountant, yaitu sikap seorang akuntan yang mampu membuka usaha dan berdiri sendiri.
Kedua, intrapreneur, yaitu mereka yang bekerja di suatu perusahaan sebagai akuntan, namun tetap mempertahankan jiwa wirausaha yang penuh kreativitas dan pantang menyerah.
Ketiga, enterpreneur alias pelaku wirausaha. "Jadi apapun pilihannya kelak, mahasiswa Stiebbank akan tetap mempertahankan jiwa dan semangat enterpreneur dalam dirinya," kata Edy.
Jika upaya kampus untuk mendidik mahasiswanya melalui rancangan kurikulum disebut sebagai jalur formal, maka Stiebbank juga mengupayakan jalur nonformal, yaitu melalui sejumlah kegiatan.
Edy menyebut sejumlah aktivitas di luar bangku kuliah yang bisa diikuti mahasiswa semisal inkubator (pemantapan prospek bisnis yang secara riil dijalani mahasiswa), konsultasi dengan dosen, magang bisnis, serta pameran dan kompetisi bisnis.
Stiebbank menciptakan atmosfer kewirausahaan bagi para mahasiswa bahkan sejak mereka menjalani semester pertamanya.
Baik Edy maupun Titiek sepakat, pengaturan kurikulum tersebut cukup strategis karena dalam penyusunannya melibatkan para pemegang kepentingan alias stakeholders. Tidak hanya mahasiswa dan dosen, praktisi dunia usaha serta lembaga-lembaga yang menaruh perhatian terhadap kewirausahaan juga ikut dilibatkan. (nbi)
Anda sedang membaca artikel tentang
Stiebbank Ciptakan Atmosfer Kewirausahaan Sejak Semester pertama
Dengan url
http://jogyamalioboro.blogspot.com/2014/05/stiebbank-ciptakan-atmosfer.html
Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya
Stiebbank Ciptakan Atmosfer Kewirausahaan Sejak Semester pertama
namun jangan lupa untuk meletakkan link
Stiebbank Ciptakan Atmosfer Kewirausahaan Sejak Semester pertama
sebagai sumbernya
0 komentar:
Posting Komentar