69 Ribu Orang di DIY Menjadi Pecandu Narkotika

Written By Unknown on Rabu, 18 Desember 2013 | 11.22

Laporan Reporter Tribun Jogja, Ekasanti Anugraheni

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Sebanyak 2,8 persen penduduk DIY atau sekitar 69 ribu orang merupakan pecandu narkotika. Jumlah itu berdasarkan pendataan terakhir Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) DIY pada tahun 2011.

"Konsumsi narkotika di DIY sangat tinggi. Prevalensinya terus naik dari tahun ke tahun. Setahun sebelumnya, 2010, jumlah pengguna narkotika hanya 1,9 persen. Dan terus naik hingga angga 2,8 persen," ucap Kepala BNNP DIY, Budiharso dalam focus group discussion yang digelar di Kantor BNNP DIY, Selasa (17/12/2013).

Ironisnya, meskipun prevalensi jumlah pengguna narkotika ini terus menanjak dari tahun ke tahun, namun instansi penyedia layanan rehabilitasi pecandu di DIY jumlahnya sangat minim. Dari belasan instansi penyedia layanan yang ada, mereka hanya mampu menangani sekitar 200 hingga 300 pecandu setiap tahunnya, baik yang rawat inap maupun rawat jalan. "Artinya ada puluhan ribu pecandu yang masih tersebar di masyarakat dan berpotensi menularkan 'virus' itu," tandasnya.

UU No 35 Tahun 2009 tentang narkotika pasal 54 menegaskan, pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi social. Orangtua atau wali dari pecandu narkotika juga diwajibkan untuk melaporkan anggota keluarganya tersebut. Tercatat, ada 11 Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) yang siap menerima laporan tersebut antara lain RS Sardjito, RS Ghrasia, RSUD Kota Yogyakarta, RS Bhayangkara, Puskesmas Gedongtengen, Puskesmas Umbulharjo, Puskesmas Banguntapan II, LSM Siloam, LSM Konci, Kharis, Al Islami dan Panti Sosial Pamardi Putra Yogyakarta.

Namun, persebaran IPWL tersebut belum menyasar hingga wilayah kabupaten. Sehingga masyarakat yang tinggal di wilayah kabupaten, misalnya Wonosari Gunungkidul, masih kesulitan untuk melaporkan para pecandu di sekitarnya. Karenanya, BNNP DIY tengah mengupayakan perluasan jaringan IPWL di DIY dengan memanfaatkan RSUD di masing-masing kabupaten/kota. Di samping itu, minimnya jumlah pecandu yang direhabilitasi juga disebabkan stigma di masyarakat. Keluarga biasanya ketakutan melaporkan anggota keluarganya yang menjadi pecandu karena takut dianggap negative oleh lingkungan.

"Pecandu itu bukan kriminil. Mereka sama halnya seperti orang sakit lainnya yang harus diobati melalui rehabilitasi," ucapnya.

Menurut Budiharso, stigma dan penanganan pecandu yang salah kaprah itulah yang menjadi factor pemicu kenapa jumlah pecandu terus meningkat. Berdasarkan pengamatan BNNP, para pecandu yang kini dihukum di Lapas Narkotika ternyata para pengguna lama. "Artinya, hukuman pidana itu tidak membuat pecandu jera, tetap saja kambuhan. Seharusnya pecandu itu direhabilitasi, bukan dipenjara," ujarnya.

Deputi Bidang Rehabilitasi BNN Usman Suryakusuma membenarkan hal tersebut. Untuk memulihkan pecandu narkotika, mereka harus melalui sejulah proses rehabilitasi medis dan social. Namun, saat kembali ke masyarakat, mereka seharusnya bisa kembali ke sekolahnya atau ke tempat kerjanya kembali.

"Kalau nganggur, kemungkinan kambuh itu lebih besar," ucap Usman dalam acara yang sama.

Menurutnya, harus ada perbaikan system pendidikan dan ketenagakerjaan di Indonesia. Selama ini, kedua institus di bbidang itu cenderung mengasingkan para pecandu. Padahal, pecandu juga punya hak untuk sekolah dan bekerja secara formal.

"Pecandu itu harus direhabilitasi, bukan dipecat," tandasnya. (esa)


Anda sedang membaca artikel tentang

69 Ribu Orang di DIY Menjadi Pecandu Narkotika

Dengan url

http://jogyamalioboro.blogspot.com/2013/12/69-ribu-orang-di-diy-menjadi-pecandu.html

Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya

69 Ribu Orang di DIY Menjadi Pecandu Narkotika

namun jangan lupa untuk meletakkan link

69 Ribu Orang di DIY Menjadi Pecandu Narkotika

sebagai sumbernya

0 komentar:

Posting Komentar

techieblogger.com Techie Blogger Techie Blogger