Laporan Reporter Tribun Jogja, Jokow Widiyarso
TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Perlahan namun pasti, warga sejumlah dusun di Sleman mulai sadar dengan pentingnya kampung hijau. Hal itu diwujudkan dengan kesadaran warga terhadap kebersihan dan keramahan lingkungan, khususnya soal sampah.
Kampung yang telah mempraktikkannya adalah Dusun Lodoyong, Tempel, Sleman. Sejak 2008, warga yang telah sadar akan kampung hijau itu mulai memilah dan mengumpulkan sampah, untuk kemudian dimanfaatkan menjadi barang yang memiliki nilai ekonomis.
Kepala Dusun Lodoyong, M Misbach Al Hakim mengatakan, warganya memang baru saja merintis bagaimana mengelola sampah secara mandiri dan membuat sebuah bank sampah. Dari situ, lewat kelompok 'Lodoh yong Asri', mereka mulai merasakan jerih payahnya dalam memanfaatkan sampah.
"Warga kumpulkan sampah setiap hari di bank sampah. Lalu setiap minggu diambil dan sebulan sekali dikumpulkan dan dipilah-pilah. Sampah yang tidak memungkinkan untuk diolah, kami jual ke pengepul sampah. Tapi yang dapat diolah selanjutnya kami manfaatkan menjadi barang kerajinan," ujarnya, Minggu (29/9/2013).
Dari sampah yang ada, kelompok yang baru beranggotakan sekitar 10 warga itu lalu menyulap sampah menjadi berbagai macam benda kerajinan. Di antaranya adalah tas, kerai, vas bunga, tempat lampu, tas laptop, sarung bantal, dll.
"Mengenai harga, hasil kerajinan yang dapat diproduksi biasa dijual dari Rp 2 ribu hingga Rp 150 ribu. Yang termahal adalah tas kerja yang dibuat dari rajangan sampah dari bekas bungkus plastik yang diolah sedemikian rupa hingga menjadi tas cantik," paparnya.
Mengenai omzet yang dapat diraup, Misbach mengakui memang belum tinggi. Namun ke depan ia berharap akan selalu ada peningkatan. Pendapatan tertinggi yang pernah didapat mencapai Rp 1,5 juta juga dalam sekali pameran.
Bahkan pada pameran terakhir di Taman Kuliner yang hanya digelar selama tiga hari, pihaknya mampu meraih omzet Rp 40 ribu.
Meski cukup potensial, Misbach mengakui bahwa usaha kelompoknya masih terkendalan berbagai hal untuk berkembang. Selain minim sumber daya manusia, ia juga masih kesulitan dalam hal kreatiitas dan inovasi.
"Maka dari itu kami sangat berharap dapat bantuan dan bimbingan dari pemkab dalam hal pengemabangan usaha, khususnya untuk inovasi dan sumber daya manusia. Saat ini masih sedikit orang yang mau dan mampu berkreasi dengan sampah yang ada," jelasnya.
Saat ini, untuk sementara barang kerajinan yang dihasilkan kelompoknya masih dipasarkan dengan cara dari mulut ke mulut dan lewat pameran kerajinan tingkat kabupaten dan propinsi. Ke depan, jika kelompoknya berkembang, ia berharap akan mampu menjangkau pasar yang lebih besar.
Selain mengubah sampah menjadi berkah, warga Lodoyong juga berkomitmen terhadap kebersihan lingkungan. Hal itu dibuktikan dengan tetap menjaga dusun dari residu hasil pembuatan kerajinan yang dibuang di tempat khusus. Dengan begitu, seluruh sampah yang ada telah disalurkan dengan tepat.
Ketua Pengelolaan Sampah 'Lodoyong Asri', Suratinah menambahkan, pembentukan paguyuban yang sebagian besar beranggotakan ibu-ibu itu sengaja dilakukan untuk memanfaatkan sampah hingga menghasilkan rupiah.
"Masyarakat diajak untuk bersama-sama mengelola sampah karena wilayah dusun dekat dengan pasar. Sehingga sampah lebih sering menjadi masalah. Kita membuat warga sadar untuk mengelola sampah," kata Suratinah. (*)
Anda sedang membaca artikel tentang
Warga Lodoyong Ubah Sampah Jadi Rupiah
Dengan url
http://jogyamalioboro.blogspot.com/2013/09/warga-lodoyong-ubah-sampah-jadi-rupiah.html
Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya
Warga Lodoyong Ubah Sampah Jadi Rupiah
namun jangan lupa untuk meletakkan link
Warga Lodoyong Ubah Sampah Jadi Rupiah
sebagai sumbernya
0 komentar:
Posting Komentar