Produksi Kedelai Lokal Gunungkidul Belum Maksimal

Written By Unknown on Kamis, 29 Agustus 2013 | 11.22

Laporan Reporter Tribun Jogja, Hary Susmayanti

TRIBUNJOGJA.COM, GUNUNGKIDUL - Harga kedelai impor dan lokal yang terus melambung sejak beberapa pekan terakhir diharapkan menjadi pematik bagi para petani di Gunungkidul untuk menanam kedelai. Sebab, selama ini petani enggan untuk menanam kedelai karena harga di pasaran sangat rendah.

Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura Gunungkidul, Supriyadi mengakui kalau produksi kedelai lokal belum bisa maksimal. Saat ini luas lahan tanaman kedelai hanya sekitar 25 ribu hektare dengan produksi 25-30 ribu ton pertahun. Untuk meningkatkan jumlah produksinya, pemerintah terkendala ketertarikan para petani untuk menanam kedelai karena harga jualnya rendah.

"Para petani ini enggan menanam kedelai karena harganya rendah. Dengan kondisi harga yang saat ini( tinggi) diharapkan para petani tertarik untuk menanam kedelai,"ungkapnya,Rabu(28/8/2013).

Selain terkendala keengganan petani untuk menanam kedelai karena harganya yang murah, lanjutnya, kendala dalam meningkatkan produksi adalah musim tanam kedelai hanya bisa dilakukan saat musim penghujan saja. Kalaupun ada yang bisa menanam di musim kemarau, itupun berlokasi di daerah yang ada aliran air dari saluran irigasi.

Dengan jumlah produksi yang hanya mencapai sekitar 30 ribu ton tersebut, kebutuhan kedelai untuk pengusaha tahu, tempe dan usaha lain yang berbahan baku kedelai tidak bisa tercukupi. Sehingga, mereka menggantungkan kedelai impor untuk bahan baku usahanya.

"Mereka(pengusaha tahu dan kedelai) akhirnya menggantungkan pasokan bahan baku dari kedelai impor yang stoknya selalu ada,"katanya.

Sementara itu, salah seorang pengusaha tahu di wilayah Siraman, Suharyanto mengungkapkan para perajin tahu dan tempe lebih memilih kedelai impor karena memang kwalitasnya lebih baik. Selain itu stok yang ada di pasaran cukup melimpah sehingga memudahkan pengusaha untuk mendapatkan bahan baku.

"Kedelai lokal kurang baik jika digunakan untuk membuat tahu. Makanya saya gunakan kedelai impor,"katanya.

Suharyanto menjelaskan, saat ini harga kedelai impor memang cukup memberatkan para pengusaha tahu. Sebab, harga perkilonya sudah mencapai Rp 9200. Sementara kedelai lokal harganya mencapai Rp 8500 perkilogram. Jika memakai kedelai lokal, stoknya tidak selalu ada tergantung pada musim tanam atau tidak. Makanya para pengusaha tahu lebih memilih kedelai impor.

"Sekarang harganya sudah mencapai Rp 9000. Kalau terus naik, bisa mengancam keberlangsungan usaha pembuatan tahu,"ujarnya.

Pengusaha Tahu Sepakat Menaikkan Harga

Sementara itu, para pengusaha tahu di Desa Siraman sepakat untuk menaikkan harga jual produknya untuk menutupi biaya produksi akibat kenaikan harga bahan baku. Kenaikan tahu berkisar Rp 2000-5000 perkotak atau blabak.

"Untuk tahu putih rebus saat ini harga Rp 25.000perblabak dari sebelumnya Tp 23 .000. Tahu goreng dari Rp 26.000 menjadi Rp 28.000 perblabak. Kenaikan paling tinggi terjadi untuk tahu plempung dari Rp 27.000 menjadi Rp 32.000,"ucap salah satu pengusaha tahu, Prastowo Purno Nugroho.

Ia menambahkan, kenaikan harga ini terpaksa dilakukan untuk menutup biaya pengeluaran. Jika tetap bertahan dengan harga normal, pengusaha tahu bisa bangkrut."Kenaikan ini dilakukan supaya pengusaha tahu tidak bangkrut karena biaya pengeluaran membengkak,"imbuhnya.(has)


Anda sedang membaca artikel tentang

Produksi Kedelai Lokal Gunungkidul Belum Maksimal

Dengan url

http://jogyamalioboro.blogspot.com/2013/08/produksi-kedelai-lokal-gunungkidul.html

Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya

Produksi Kedelai Lokal Gunungkidul Belum Maksimal

namun jangan lupa untuk meletakkan link

Produksi Kedelai Lokal Gunungkidul Belum Maksimal

sebagai sumbernya

0 komentar:

Posting Komentar

techieblogger.com Techie Blogger Techie Blogger