TRIBUNJOGJA.COM - Tak hanya objek wisata nan indah (antara lain pantai dan gua), yang membuat Kabupaten Gunungkidul terkenal. Kabupaten paling timur di DIY tersebut juga dikenal sebagai tempat berburu kuliner ekstrem.
Berbagai jenis serangga yang dianggap menjijikkan, seperti belalang, laron, puthul (kumbang), ulat jati, ulat besi, justru menjadi makanan yang banyak diburu warga saat memasuki musim penghujan. Serangga-serangga tersebut diolah menjadi makanan yang bercita rasa tinggi.
Salah satu hewan yang menjadi buruan warga Gunungkidul saat ini adalah ulat jati, termasuk di Dusun Kenteng, Desa Kenteng, Ponjong. Akhir pekan lalu, misalnya, saat cuaca cukup terik, puluhan ibu-ibu duduk di bawah pohon jati sambil memunguti ulat daun jati. Satu persatu ulat yang berwarna hitam tersebut dimasukkan ke dalam plastik.
Setelah mendapatkan hasil buruan cukup banyak, Warni (40), salah seorang anggota rombongan pemburu ulat jati, berpindah ke lokasi lain yang masih banyak terdapat ulatnya. Dengan telaten, istri dari Yudianto tersebut mengambil ulat-ulat jati yang masih menempel di atas daun.
Menjelang sore hari, Warni yang sudah berburu sejak pagi, memilih untuk pulang ke rumah. Ulat jati yang diperolehnya, kemudian langsung dicuci. Dengan cekatan, dia langsung meracik bumbu bacem untuk memasak ulat jati yang diperolehnya.
Setelah ditumbuk halus, bumbu bacem langsung ditumis di atas wajan. Beberapa saat kemudian, ulat jati yang sudah dicuci langsung dimasak. Setengah jam sesudahnya, air yang digunakan untuk memasak mulai mengering. Ulat jati kemudian langsung digoreng dan dihidangkan untuk lauk keluarganya.
Selain dibacem, ulat jati ini bisa dimasak dengan bumbu gurih. Ulat yang sudah dicuci bersih dimasak dengan bumbu campuran bawang putih, garam dan penyedap rasa.
Selain ulat jati, kata Warni, biasanya kepompong ulat jati juga dikonsumsi oleh warga. Namun untuk mencari kepompong ini harus lebih teliti karena, biasanya, ulat membuat kepompong di balik daun kering atau tanah.
Menurut Warni, kebiasaan mengkonsumsi ulat jati dan kepompong ulat jati sudah berlangsung lama, turun-temurun. Setiap memasuki musim hujan, tatkala daun jati mulai tumbuh, ulat jati mulai banyak berkembang biak. Saat itulah warga berburu ulat jati untuk dikonsumsi.
"Biasanya muncul saat awal musim penghujan, seperti sekarang ini," ucapnya kepada Tribun, akhir pekan lalu.
Dia mengungkapkan, selain dikonsumsi sendiri, warga juga menjual ulat jati. Harganya cukup mahal, satu kilogram ulat jati dijual Rp70 ribu. Sedangkan ungkrung atau kepompongnya dijual seharga Rp100 ribu per kilogram. "
Kalau saya, hanya dikonsumsi sendiri. Tapi kalau hasil (berburu)nya banyak, ya dijual juga," ujarnya. (hari susmayanti)
Anda sedang membaca artikel tentang
Sajian Bacem Ulat Jati ala Gunungkidul, Mau Coba?
Dengan url
http://jogyamalioboro.blogspot.com/2015/01/sajian-bacem-ulat-jati-ala-gunungkidul.html
Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya
Sajian Bacem Ulat Jati ala Gunungkidul, Mau Coba?
namun jangan lupa untuk meletakkan link
Sajian Bacem Ulat Jati ala Gunungkidul, Mau Coba?
sebagai sumbernya
0 komentar:
Posting Komentar