Laporan Reporter Tribun Jogja, Hamim Thohari
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Yogyakarta dikenal sebagai kota pelajar, maka tak heran berbagai macam jenis metode pendidikan ada di Yogyakarta. Satu diantara metode pendidikan yang telah dikenal sejak lama tidak hanya di Yogyakarta, tetapi di seluruh Indonesia adalah metode pendidkan melalui pondok pesantren.
Salah satu pondok pesantren yang besar dan ternama di Yogyakarta adalah Pondok Pesantren Al-Moenawir yang terletak di Krapyak yang terletak di Jalan Kyai Haji Ali Maksum Yogyakarta.
Terletak di perbatasan Kabupaten Bantul dan Kota Yogyakarta, sekitar 2 km di sebelah selatan Kraton Yogyakarta, Pesantren Krapyak didirikan oleh KHM Munawir pada tahun 1909-1910 setelah beliau kembali dari belajar di Makkah dan Madinah selama 21 tahun.
KHM Munawir adalah warga Kauman, Yogyakarta, orang tuanya bernama KH Abdullah Rasyad salah seorang abdi dalem Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat di bidang spiritual. Setelah kembali dari Mekah dan Madinah dalam mendalami ilmu ilmu tentang Islam dan menghafal Al-Quran, kurang lebih satu tahun beliau membuka pengajian kitab –khususnya Al-Qur'an- di rumah orang tuanya di Kauman.
Di Kauman KHM Munawir menghadapi problem sempitnya tempat pengajian. Atas saran K.H. Said, pengasuh Pesantren Gondongan Cirebon agar KHM Munawir mengembangkan ilmu Al-Quran ditempat yang lebih luas dan membangun pesantren
Hingga akhirnya pada tahun 1910 memilih dan membangun sebuah pesantren dan masjid di dusun Krapayak.
Dijelaskan oleh Khamid Fadholi selaku Sekretaris Umum Pondok Pesantren Al-Moenawir, hingga saat ini ponpes Al-Moenawir masih menerapkan metode pembelajaran yang sama dengan pertama kali pondok berdiri.
"Kami masih menerapkan metode sorogan atau talaqi dalam mempelajari Al-Quran maupun kitab ajaran agama Islam," ungkap Khamid. Sorogan atau talaqii adalah metode pembelajaran dimana santri/peserta didik menghadap kiai satu persatu dan menyodorkan kitab untuk dibaca atau dikaji bersama dengan kiai atau tersebut.
"Dengan metode sorogan ini santri menerima ilmu langsung dari para kyai. Motode ini dipertahankan karena menurut ini para santri akan memperoleh ilmu langsung dari sanadnya (sumber)," tambah Khamid.
"Disini para santri diajarkan Al-Quran, kitab kubing dan menghafal Al-Quran," terang Khamid. Rata-rata para santri menempuh pendidikan di ponpes Al-Moenawir selama lima tahun. Selain mendalami ilmu Al-Quran, para santri juga mendapatkan materi tentang taswuf, akhlaq, bahasa.
Setelah meninggalnya KH Zainal Abidin Munawwir, saat ini ponpes Al-Moenawir diasuh oleh tujuh orang Kyai dengan KH Najib Abdul Qodir yang dituakan. Saat ini ponpes Al-Moenawir memiliki 19 komplek pondok dengan jumlah santri sekitar 1500 santri putra dan putri.
"Sebagian besar santri kami adalah mahasiswa. Mungkin 60 persen mahasiswa, sisanya siswa SMA dan santri yang hanya mondok di sini," ungkap Khamid.
Para santri tersebut berasal dari seluruh wilayah Indonesia, bahkan terdapat santri yang berasal dari Thailand. Untuk lembaga pendidikan formal. Ponpes memiliki SMK. Sebagian besar para santri tersebut sekolah dan kuliah dibeberapa sekolah dan Universitas yang ada di Yogyakarta.
Untuk bulan puasa, selain ada Program Khusus Ramadan yang memberi kesempatan keapada masyarakat umum untuk nyantri di Al-Moenawir, pihak ponpes juga meningkatkan kegiatan semakan Quran untuk para santrinya.(mim)
Anda sedang membaca artikel tentang
60 Persen Santri di Ponpes Al-Moenawir Berstatus Mahasiswa
Dengan url
http://jogyamalioboro.blogspot.com/2014/07/60-persen-santri-di-ponpes-al-moenawir.html
Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya
60 Persen Santri di Ponpes Al-Moenawir Berstatus Mahasiswa
namun jangan lupa untuk meletakkan link
60 Persen Santri di Ponpes Al-Moenawir Berstatus Mahasiswa
sebagai sumbernya
0 komentar:
Posting Komentar