Laporan Reporter Tribun Jogja, Susilo Wahid dan Dwi Nourma Handito
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Tren perceraian di Kota Yogyakarta terus meningkat dari tahun ke tahun. Selain angkanya meningkat, terdapat fakta kasus perceraian yang sampai ke Pengadilan Agama, lebih banyak diajukan oleh kaum perempuan alias pihak istri.
Meningkatnya gugatan cerai yang diajukan oleh pihak perempuan terlihat jelas sejak beberapa tahun terakhir. Data yang dihimpun dari Pengadilan Agama Kota Yogyakarta menyebutkan pada 2013 dari kasus perceraian yang sampai ke Pengadilan Agama penggugat perempuan mencapai 462 kasus, sementara penggugat laki-laki pada tahun itu hanya 190 kasus.
Artinya, gugatan cerai yang diajukan perempuan mencapai 70 persen lebih jika dibanding gugatan yang diajukan pihak suami.
Sementara pada 2012 penggugat perempuan mencapai 424 kasus sementara penggugat laki-laki 169 kasus. Demikian juga data yang dicatat Pengadilan Agama wilayah ini dimana pada 2011 jumlah penggugat dari pihak perempuan mencapai 429 kasus dan laki-laki sebanyak 154 kasus perceraian.
Humas sekaligus salah satu hakim Pengadilan Agama Kota Yogyakarta, Zuhdi Muhdlor pun mengakui sejak ia menjadi hakim di Pengadilan Agama selama lebih kurang 15 tahun terakhir, fenomena ini memang cukup menyita perhatiannya. Karena menurutnya, dulu, gugatan cerai lebih banyak diajukan oleh pihak laki-laki.
"Pandangan saya, sepuluh tahun yang lalu kalaupun ada perbedaan tidak terlalu mencolok seperti sekarang, bahkan sepertinya lebih banyak dari pihak laki-laki (gugat cerai, Red," terang Zuhdi kepada Tribun Jogja, Jumat (3/5) kemarin.
Namun, ia enggan membeberkan secara spesifik penyebab dari fenomena ini. Karena menurut tata peradilan agama, baik perempuan maupun laki-laki memang punya hak yang sama.
"Sah-sah saja perempuan menjadi pihak pihak penggugat dalam kasus cerai, kasus akan tetap diproses sesuai aturan dan tata cara peradilan," kata Zuhdi.
Berbicara pada fakta dominannya penggugat dari pihak istri, gugatan cerai di Pengadilan Agama Kota Yogyakarta dilakukan karena beberapa alasan. Tidak adanya tanggung jawab dari pihak suami ternyata menjadi alasan terbanyak mengapa kaum perempuan getol meminta cerai.
Data di Pengadilan Agama Kota Yogyakarta sepanjang tahun 2013 lalu, kasus cerai karena alasan suami tak bertanggung jawab mencapai 224 kasus. Sementara kasus cerai dengan alasan karena tidak ada keharmonisan sebanyak 177 kasus. Adapun perceraian karena faktor ekonomi sebanyak 72 kasus.
Apalagi faktanya, kasus perceraian di Kota Yogyakarta cenderung mengalami peningkatan selama tiga tahun terakhir. Pada 2011 perceraian mencapai 684 kasus, 2012 tercatat 700 kasus dan terakhir pada 2013 terdapat 750 kasus cerai.
Gugatan perceraian, diakui menjadi alasan yang harus ditempuh perempuan ketika menghadapi suami yang tak bertanggung jawab atas komitmen pernikahan yang harusnya dijalankan seumur hidup. Hal tersebut diakui seorang warga Gondokusuman, Yogyakarta sebut saja bernama Miranda (nama samaran).
Miranda yang kini berusia 38 tahun itu mengaku terpaksa menempuh gugatan cerai lantaran suaminya yang sebelumnya ia kenal saat bekerja di Malaysia hilang tanpa jejak.
"Dua tahun suami tidak pulang, tidak memberi kabar, tidak memberi nafkah. Akhirnya saya yang inisiatif gugat cerai dan urus anak sendiri," ujar perempuan yang memiliki dua anak ini.
Diakuinya suami yang sebelumnya ia kenal di perantauan itu dinilai bukan sosok yang tidak bertanggungjawab. "Orangnya kelihatannya bertanggungjawab dan penyayang. Tapi ternyata dia menikah lagi saat bekerja di luar Jawa," ucapnya.
Meski kini ia harus menelan pil pahit perceraian, ia mengaku harus bertanggungjawab membentuk mental kedua anaknya yang kini masih sekolah di bangku SMP dan SD. "Meski ortunya cerai, saya tidak ingin anak-anak mengikuti jejak orangtuanya. Harus ada pemahaman sedikit demi sedikit sesuai daya tangkap mereka," jelasnya.
Penurunan Kualitas
Kantor Kementrian Agama Kota Yogyakarta melihat saat ini ada penurunan kualitas keluarga. Hal tersebut bisa dilihat dari semakin naiknya tren perceraian yang ada di Kota Yogyakarta.
Sebelumnya Kepala Kantor Kementrian Agama Kota Yogyakarta, Sigit Warsita juga membenarkan tren perceraian di Kota Yogyakarta cenderung semakin meningkat tiap tahunnya. Selain masyarakat umum perceraian dari kalangan Pegawai Negeri Sipil (PNS) juga banyak.
"Kami prihatin dan khawatir, dari tahun ketahun trennya meningkat," kata Sigit di sela-sela acara pengukuhan keluarga sakinah Kota Yogyakarta beberapa waktu lalu.
Ketika ditanya berapa angka PNS cerai tiap tahunnya, Sigit belum bisa menjelaskan secara detil. Meskipun begitu menurut Sigit tren tersebut tidak hanya terjadi di Kota Yogyakarta namun juga terjadi di derah lain secara umum. Menurutnya meningkatnya kesejahteraan keluarga tidak serta merta membuat kebahagiaan lahir dan batin.
Untuk mengatasi meningkatnya kasus perceraian, Kementrian Agama kata dia juga melakukan beberapa upayaKemenag Kota Yogyakarta telah melakukan penandatanganan nota kesepahaman dengan Pengadilan Agama, dimana jika akan ada proses perceraian maka akan diawali mediasi terlebih dahulu yang akan dilakukan oleh Badan Penasihat, Pembina Pelestarian Perkawinan atau BP4.
Kemenag juga menukuhkan keluarga sakinah tiap tahun harapannya, keluarga sakinah bisa menjadi panutan dan tauladan masyarakat.(Tribunjogja.com)
Anda sedang membaca artikel tentang
Istri Ramai-ramai Gugat Cerai Suami
Dengan url
http://jogyamalioboro.blogspot.com/2014/05/istri-ramai-ramai-gugat-cerai-suami.html
Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya
Istri Ramai-ramai Gugat Cerai Suami
namun jangan lupa untuk meletakkan link
Istri Ramai-ramai Gugat Cerai Suami
sebagai sumbernya
0 komentar:
Posting Komentar