TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL - Musim penghujan yang beberapa pekan terakhir melanda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memberikan efek yang berbeda bagi masing-masing masyarakat. Bagi para pembuat krupuk, musim hujan memberikan kerugian sekaligus keuntungan tersendiri.
Noto Wiharjo salah satunya, pemilik pabrik krupuk Arum di Panjangrejo, Pundong, Bantul yang sudah mulai beroperasi sejak 1984. Di musim penghujan seperti sekarang, ia mengaku, penjualan krupuk naik 50 persen dibanding saat musim panas.
Menurutnya, kenaikan permintaan ini disebabkan tidak semua pabrik dapat memanggang krupuk untuk mengganti panas matahari.
"Di musim hujan tidak semua pabrik bisa manggang. Makanya permintaan krupuk di sini jadi naik," terang Noto, Senin (20/1).
Ia menambahkan, meskipun penjualan naik, tapi biaya produksi pembuatan krupuk bertambah. Perempuan 67 tahun ini harus tombok Rp 100 ribu per hari untuk membeli kayu.
Tambahan ini digunakan untuk memanggang krupuk menggunakan oven. Jika di hari biasa proses pembuatan hanya memakan waktu tiga hari, maka di musim hujan seperti sekarang bisa sampai empat hari.
"Penjualan memang naik, tapi biayanya juga naik karena untuk beli kayu. Saya nambah biaya Rp 100 ribu tiap hari. Itu untuk mengeringkan krupuk di oven," tutur Noto yang mengaku membuat krupuk dari 100 kg tepung kanji per hari.
Ia melanjutkan, proses pengeringan krupuk di oven berlangsung dua hari. Namun setiap harinya, proses ini hanya berlangsung hingga pukul 20.00 WIB karena pabrik yang tutup.
"Ngovennya dua hari, tapi kalau malam istirahat karena pabriknya tutup," tambah Noto.
Pengalaman sama juga dialami Umi Sangadah (43), warga Badan RT 1 kelurahan Panjangrejo, Pundong. Menurutnya, di musim penghujan seperti sekarang, angka permintaan krupuk naik dibanding saat musim panas.
Namun, biaya produksinya justru bertambah karena harus membeli kayu untuk memanggang. Ia menambah Rp 50 ribu per hari untuk membeli gas dan kayu.
"Musim penghujan begini jadi tambah biayanya karena harus memanggang krupuk juga," kata Umi.
Menurutnya, permintaan masyarakat akan krupuk yang meningkat di musim penghujan karena mereka cenderung menyukai makanan ini sebagai camilan.
Berbicara mengenai kendala produksi, hal yang sering ia temui saat musim penghujan adalah pengeringan yang tidak sempurna. Umi menjelaskan, masalah ini menyebabkan warna krupuk menjadi kemerah-merahan dan terasa keras di beberapa bagian setelah digoreng.
Pengeringan dengan panas sinar matahari secara langsung menurutnya jauh lebih sempurna dibanding menggunakan oven.
"Saat panas ngembangnya jadi bagus kalau digoreng. Kalau engga ada panas begini jadinya merah-merah. Ada bagian yang keras kalau digoreng. Namun biasanya anak muda lebih suka," tambahnya.
Di musim penghujan ini, Umi menaikkan harga krupuk sebanyak Rp 1.000 per kg, atau menjadi Rp 15.000 karena tingginya biaya produksi. Sebelumnya, Umi menjual seharga Rp 14.000 per kg. (*)
Anda sedang membaca artikel tentang
Musim Hujan, Perajin Kerupuk Tombok Rp 100 Ribu Per Hari
Dengan url
http://jogyamalioboro.blogspot.com/2014/01/musim-hujan-perajin-kerupuk-tombok-rp.html
Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya
Musim Hujan, Perajin Kerupuk Tombok Rp 100 Ribu Per Hari
namun jangan lupa untuk meletakkan link
Musim Hujan, Perajin Kerupuk Tombok Rp 100 Ribu Per Hari
sebagai sumbernya
0 komentar:
Posting Komentar