TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Setidaknya lima mall dan pusat perbelanjaan baru akan segera hadir di Yogya Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo) DIY menekan agar kehadiran pusat perbelanjaan baru itu harus memperhatikan pula aspek lalu lintas. Sebab, ada kecenderungan pusat-pusat keramaian seperti mall dan shopping centre baru berdiri di sekitar jalur utama dengan tingkat kepadatan lalu lintas cukup tinggi. Hal itu dikhawatirkan dapat menambah keruwetan arus lalu lintas di perkotaan Yogyakarta jika tidak diantisipasi dengan benar.
Kabid Lalu Lintas Dishubkominfo DIY, Ana Rina menegaskan, berdasarkan pengalaman, para pengelola mall dan pusat perbelanjaan di sekitar jalur protokol justru kurang menaati aturan yang semula diwajibkan. Mereka sebenarnya telah memiliki lokasi parkir sendiri. Namun, kenyataannya saat ini perparkiran kerap melebar ke bahu atau badan jalan raya.
Sebab itu, kemungkinan terjadi kepadatan lalu lintas sebagai salah satu dampak berdirinya mall dan pusat perbelanjaan baru di wilayah perkotaan menjadi perhatiannya.
"Karena kapasitas jalan raya di kota ini saya rasa tidak lagi bisa ditambah atau diperlebar. Maka caranya harus ada strategi pengaturan lalu lintas nantinya," ujar Ana pekan lalu.
Pengalaman bahwa keberadaan mall dan pusat perbelanjaan bisa tak kondusif bagi kelancaran lalu lintas ini dapat dilihat di sepanjang Jl Adisutjipto hingga perempatan Jl. Prof Herman Yohanes. Saat ini, pada jam-jam tertentu jalur tersebut terbilang cukup padat bahkan terkadang mengalami kemacetan.
Pasalnya, selain volume kendaraan cukup tinggi, berdirinya titik-titik baru keramaian di perkotaan itu diikuti munculnya area parkir di luar kompleks mall. Lahan parkir tersebut persisnya menempati bahu dan badan jalan raya, sehingga mengurangi kapasitas jalan yang memang sudah maksimal.
Seperti diwartakan Tribun Jogja, lima pusat perbelanjaan yang bakal hadir di DIY adalah Sahid Jogja Lifestyle di Jalan Babarsari, Malioboro City dan Lippo Mall Saphire di Jalan Laksda Adisucipto, Jogja City Mall (satu kompleks dengan The Rich Sahid Hotel) di Jalan Magelang Km 6, serta Hartono Lifestyle Mall di Ring Road Utara.
Ana menegaskan, para pengembang atau pengelola pusat perbelanjaan semestinya telah mendesain lokasi sesuai ketentuan Amdal (Analisis mengenai dampak lingkungan) yang berlaku. Demikian juga bagi mall dan pusat keramaian di wilayah perkotaan sisi timur dan utara Yogyakarta, menurutnya, telah mengurus izin Amdal sebagai persyaratan agar keberadaan mall tersebut tidak berdampak fatal bagi kelancaran arus lalu lintas.
"Kalau membangun kan mestinya sudah mengantongi atau mengurus izin Amdal di kabupaten dan kota setempat. Tentu harus menyesuaikan RTRW-nya (Rencana Tata Ruang dan Wilayah) untuk mengurangi dampak lingkungan," katanya.
Dishubkominfo DIY pun termasuk dalam tim untuk kajian amdal, terutama bagian strategi pengaturan lalu lintas ketika mall dan bangunan baru di sepanjang jalur utama berdiri. Dari sekian banyak lokasi pembangunan mall dan pusat perbelanjaan baru itu, menurutnya, semua pengelola telah mengurus izin tersebut. Namun, diakuinya, ada pula yang saat ini masih dalam proses administrasi dan tinggal menunggu waktu penyelesaian.
Beberapa kewajiban pengelola atau pengembang, disebutkan, antara lain harus menyediakan lahan parkir memadai, dan berlokasi di dalam kompleks mall atau pusat perbelanjaan tersebut. Dengan demikian, perparkiran tidak akan mengganggu arus lalu lintas yang selama ini sudah cukup padat.
"Kapasitas perparkiran yang disediakan harus memadai, jadi pengunjung jangan parkir di pinggir jalan raya. Selama ini kalau ada mall dengan perparkiran di luar atau di jalan raya itu menjadi pertanyaan mereka mematuhi komitmen awal atau tidak," lanjut Ana.
Secara terpisah, Kabid Penataan Bangunan DPUP Kabupaten Sleman, Ir Dwike Wijayanti MT, juga mengakui bahwa bertambahnya mall dan pusat perdagangan akan membuat kawasan urban DIY kian padat. Sejumlah permasalahan yang harus diantisipasi sejak saat ini tak lain adalah ketersediaan area parkir, kapasitas jalan, dan manajemen lalulintas yang benar.
"Para pengusaha secara internal juga telah memikirkan hal itu melalui persyaratan Amdal, termasuk Amdal lalulintas," ujar Dwike pekan lalu.
Hanya, menurutnya, strategi yang dilakukan para pengusaha memang spesifik pada kompleks atau lokasinya. Sementara, secara keseluruhan, pemerintah memiliki tugas dan pekerjaan besar dalam pengaturan lalu lintas maupun kapasitas jalan raya agar kemacetan tidak semakin parah.
"Perlu manajemen keseluruhan. Ini menjadi PR (pekerjaan rumah) untuk mengkajinya. Kami dorong setiap lokasi memiliki area pemberhentian sendiri agar kendaraan tidak menumpuk," katanya.
Menurutnya, model pembangunan tidak hanya satu jenis, misal hanya hotel atau mall saja. Sebagaimana pengajuan izin para pengusaha, beberapa mencantumkan rencana pembangunan perhotelan sekaligus disertai jasa dan perdagangan. Itu berarti di satu kompleks pembangunan juga akan berdiri berbagai fasilitas yang melengkapi.
Sebab itu, jika dalam satu kompleks terdapat hotel, pusat perbelanjaan, apartemen, condotel, dan lain sebagainya, masing-masing blok tersebut harus memiliki area pemberhentian. Dengan demikian, sebelum semua kendaraan masuk area parkir, antrean kendaraan tidak menumpuk, atau bahkan sampai memenuhi badan jalan raya.(ose)
Anda sedang membaca artikel tentang
Pengusaha Mal di Yogya Harus Sediakan Tempat Parkir Memadai
Dengan url
http://jogyamalioboro.blogspot.com/2013/10/pengusaha-mal-di-yogya-harus-sediakan.html
Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya
Pengusaha Mal di Yogya Harus Sediakan Tempat Parkir Memadai
namun jangan lupa untuk meletakkan link
Pengusaha Mal di Yogya Harus Sediakan Tempat Parkir Memadai
sebagai sumbernya
0 komentar:
Posting Komentar