TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL
- Masyarakat pemerhati pendidikan menuntut Kepala Dinas Pendidikan Menengah dan Non Formal (Dikmenof), Masharun Ghazali untuk mundur dari jabatannya. Tuntutan tersebut menyusul adanya dugaan 'upeti' kepada dirinya dan staf-staf di bawahnya setiap berkunjung ke sekolah-sekolah.Ketua Forum Masyarakat Peduli Pendidikan, Zahrowi mengatakan, Masharun harus mundur karena beberapa persoalan membelit dunia pendidikan di Bantul. Tidak hanya kali ini saja, Masharun juga pernah mengeluarkan statemen tidak pantas dalam kasus siswa meninggal akibat perlakuan seniornya pada kegiatan masa orientasi siswa (MOS) beberapa waktu lalu.
"Masharun tak bisa menjalankan perannya sebagai pucuk pimpinan institusi pendidikan. Tidak hanya itu, sepak terjangnya yang meminta upeti semakin memperburuk iklim pendidikan di Bantul. Masharun harus lengser," tandas Zahrowi, Selasa (27/8/2013).
Pihaknya juga mendesak pejabat di Dinas Pendidikan dan pihak sekolah agar menghentikan praktik pemberian upeti atau uang saku pada setiap kunjungan pejabat ke sekolah. Karena tradisi tersebut merupakan bentuk korupsi yang berakibat fatal pada pembangunan karakter anak-anak di daerah ini.
Selain itu, lanjutnya, pihak sekolah juga harus menghentikan tradisi itu. Sekolah menurutnya harus berani menerima dampak dari penolakan uang saku tersebut.
"Kalau Dinas Pendidikan seperti ini dan sekolah juga begitu, otomatis siswa didiknya juga akan diajarkan tidak jujur," katanya.
Kondisi ini menurutnya ironis sebab setiap tahun Bantul selalu menggondol juara pertama daerah dengan tingkat kelulusan SMA tertinggi se-DIY. Namun ternyata ada praktik yang tidak terpuji di daerah ini.
Menurut Zahrowi, iklim pendidikan di Bantul sudah rusak dan kehilangan sosok panutan. Tokoh-tokoh yang seharusnya menjadi panutan justru memberi contoh yang buruk dengan perilaku korupsi mereka.
Bahkan, katanya, Ketua Dewan Pendidikan dan juga mantan Bupati Bantul Idham Samawi yang selalu menggelorakan pendidikan karakter dan kearifan lokal, namun justru ditetapkan sebagai tersangka dalam skandal dana hibah untuk klub sepak bola Persiba senilai Rp12,5 miliar.
"Pendidikan karakter yang digembor-gemborkan itu hilang dalam sesaat dengan status tersangka itu," tegasnya.
Sementara itu, Masyarakat Transparansi Bantul (MTB) mendorong pihak sekolah berani melawan kebiasan pejabat minta uang saku ataupun setoran. Karena perilaku tersebut bertolak belakang dengan terwujudnya clean govermance di Bantul.
Aktivis MTB Rino Caroko, mengaku MTB siap mendampingi sekolah-sekolah yang merasa ditekan dari mencuatnya pemberitaan dugaan setoran atau uang saku kepada tiap pejabat yang datang. Pihaknya akan memberikan dampingan dan menandaskan akan melawan.
"Tidak perlu takut adanya tekanan pejabat kami siap kawal kalau sampai ada pejabat menekan atau blacklist sekolah karena terang-terangan mengakui adanya dugaan uang saku yang memalukan itu," ujar Rino.
Koordinator MTB Irwan Suryono menambahkan kabar adanya uang saku mengalir pejabat tiap melakukan supervisi sekolah bukan kabar baru. Hanya saja pihak sekolah amat disayangkan tidak memiliki keberanian untuk melapor.
Bahkan MTB juga mengendus adanya potongan tunjangan sertifikasi guru mencapai Rp 1 juta untuk pembayaran tiga bulan terakhir. Untuk itu, MTB membuka posko aduan masyarakat melalui telepon maupun sms ke nomor 087738805102.
"Kerahasian akan kami jamin," ujarnya.
Sebelumnya, seorang guru yang tidak bersedia disebutkan identitasnya menceritakan, sudah beberapa tahun terakhir di sekolah-sekolah tingkat SMA berkembang tradisi selalu memberi uang saku (upeti) kepada Kepala Dikmenof setiap kali berkunjung ke sekolah tersebut. Tidak hanya kepada Kepala Dikmenof, namun tradisi tersebut akhirnya menurun ke pejabat-penjabat dinas yang lain.
"Tidak hanya ke kepala, tetapi juga kepada para pengawas dan pegawai dinas lainnya kalau berkunjung," ungkapnya.
Besaran upeti itu sendiri bervariasi, jika kepada Kepala Dinas maka harus menyediakan Rp 300 ribu hingga Rp 500 ribu, tetapi jika pejabat di bawahnya, angkanya lebih kecil. Uang saku tersebut diberikan ketika pejabat mengunjungi ke sekolah untuk beberapa kepentingan.
Meski tidak meminta, uang saku selalu diberikan karena jika tidak diberikan akan digunjing oleh Kepala Dinas dalam beberapa kesempatan. Bahkan tidak hanya itu, Kepala Dinas tersebut enggan mengunjungi kembali sekolah yang tidak memberikannya.
"Biasanya amplop tersebut diletakkan di dalam stop map dan diberikan usai acara," ujarnya.
Karena perilaku tersebut membudaya maka pihak sekolah terpaksa harus menganggarkan dalam setiap kegiatan. Biasanya, setiap anggaran kegiatan, pihak sekolah menyisihkan dana 10 persen dari anggaran untuk pemberian dana tersebut.
Tradisi itu juga diamini oleh salah seorang guru TK di kawasan Bantul Utara yang juga tidak bersedia disebutkan namanya. Menurut dirinya, upeti tersebut selalu diberikan setiap kepala Dinas ataupun pejabat Dinas Pendidikan berkunjung ke sekolah yang ia pimpin.
"Kalau tidak dikasih, takut sekolah dicuekin,"tandasnya.
Sementara itu, Kepala Dikmenof, Masharun Ghazali membantah hal tersebut. Menurutnya tidak mungkin ada upeti tersebut karena kedatangan mereka ke sekolah sudah merupakan tugas rutin. Meskipun ada pemberian uang saku, kapasitasnya berbeda.
"Kalau dipanggil sebagai narasumber atau profesional itu bisa saja. Tetapi jika dalam rangka tugas supervisi atau pengawasan itu tidak mungkin," katanya.(had)
Anda sedang membaca artikel tentang
Kepala Dinas Pendidikan Menengah Bantul Didesak Mengundurkan Diri
Dengan url
http://jogyamalioboro.blogspot.com/2013/08/kepala-dinas-pendidikan-menengah-bantul.html
Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya
Kepala Dinas Pendidikan Menengah Bantul Didesak Mengundurkan Diri
namun jangan lupa untuk meletakkan link
Kepala Dinas Pendidikan Menengah Bantul Didesak Mengundurkan Diri
sebagai sumbernya
0 komentar:
Posting Komentar