Agama Pilar Kebudayaan

Written By Unknown on Jumat, 18 Juli 2014 | 11.22

AGAMA dan budaya tidak bisa dipisahkan, namun bisa dibedakan asal-usulnya. Ajaran agama diyakini berasal dari Tuhan yang disampaikan lewat Rasul-Nya, sedangkan budaya merupakan budi daya ciptaan manusia.

Menurut ajaran Islam, dengan berakhirnya Rasul Allah SWT pada diri Muhammad saw, berakhirlah wahyu Allah. Namun agama akan tetap berkembang bersama dan dengan instrumen budaya. Bahkan sejak awal kelahirannya, Islam dan budaya Arab sudah menyatu.
Islam sebagai wahyu Allah sangat besar jasanya bagi pengembangan kebudayaan dan peradaban Arab. Tanpa kehadiran Islam, sulit membayangkan, peradaban seperti apa yang tumbuh di Arab kala itu.

Inti dari keberagamaan adalah keimanan pada Tuhan yang sangat bersifat pribadi. Orang lain tak akan mampu mengukur bobot keimanan seseorang. Namun karena keimanan menuntut konsekuensi berupa ritual ibadah, lewat praktik ibadahnya, orang lain bisa mengenal secara lahiriah keberagamaan seseorang.

Mereka yang sering ke masjid untuk salat berarti seorang muslim. Ketika membangun masjid, misalnya menyangkut arsitekturnya, sesungguhnya agama sudah masuk ranah budaya. Agama dan budaya menyatu. Ritualnya adalah elemen agama, tapi model bangunannya sepenuhnya budaya.

Bahkan yang namanya kubah dan menara yang sering menjadi penanda masjid, semua itu produk budaya. Apabila jalan-jalan ke Eropa, kubah dan menara adalah bagian dari gereja. Jadi, perbedaan dan karaker yang elementer antara gereja dan masjid adalah aspek agamanya.

Ketika berbagai agama semakin berkembang mengglobal, membuat sebagian masyarakat kaget dan tidak siap menerimanya. Fenomenadi Eropa dan Amerika, masjid-masjid baru bermunculan yang dari sisi persentase mengungguli perkembangan gereja. Di negara-negara Barat, orang kaget dengan berkembangnya Islam dan bangunan masjid.

Yang perlu kita renungkan adalah aspek sosial-budaya dari ekspresi keberagamaan. Ajaran dan praktik keberagamaan mestinya mendorong perilaku budaya yang progresif dan mulia, seperti kejujuran, kedamaian, kecerdasan, kebersihan, dan kemajuan.

Jadi kalau ada sebuah kabupaten memberlakukan Perda Syari'ah, misalnya, mestinya wilayah itu semakin maju pendidikannya, bersih lingkungannya, sejahtera, dan rukun warganya, serta memberi rasa aman pada kelompok-kelompok minoritas. Hal ini penting digarisbawahi mengingat ajaran agama secara sosial adalah sebagai sumber dan pengerak kebudayaan yang berkeadaban.

Menjadi ironis kalau kegiatan keagamaan malah menimbulkan keresahan dalam masyarakat. Saya pernah menyaksikan sebuah pengajian akbar di lapangan, setelah bubar lapangannya bersih, tak ada kotoran yang tersisa. Para pengunjungnya berjalan tertib, tidak mengganggu lalu lintas, tidak membuat macet dan gaduh.

Volume dan arah pengeras suara juga tidak mengganggu masyarakat. Isi ceramahnya memberikan pencerahan, penguatan iman, dan menyejukkan bagi yang mendengarkan. Inilah contoh beragama yang berbudaya.

Yang menyedihkan adalah ketika agama dikaitkan dan diekspresikan dalam ranah politik tanpa memperhatikan pesan agama dan tradisi luhur budaya. Lalu bagaimana menjelaskan ketaatan dan kesungguhan beragama masyarakat ketika dalam prilaku politik dan birokrasi justru banyak nilai agama dan budaya yang dilanggar?

Di sini yang terjadi bukannya agama memperkuat budaya dan budaya memperkokoh nilai agama, melainkan telah menghinakan ajaran agama dan merusak warisan luhur budaya. Keberagamaan kita tidak melahirkan dan menjaga keluhuran budaya, padahal agama tidak bisa eksis tanpa budaya. (*)

Oleh Komaruddin Hidayat

Rektor UIN Syarief Hidayatullah, Jakarta


Anda sedang membaca artikel tentang

Agama Pilar Kebudayaan

Dengan url

http://jogyamalioboro.blogspot.com/2014/07/agama-pilar-kebudayaan.html

Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya

Agama Pilar Kebudayaan

namun jangan lupa untuk meletakkan link

Agama Pilar Kebudayaan

sebagai sumbernya

0 komentar:

Posting Komentar

techieblogger.com Techie Blogger Techie Blogger