Laporan Reporter Tribun Jogja, Theresia Andayani
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Selembar batik memiliki nilai dan makna filosofi. Seperti 10 helai batik bermotif wayang yang dipamerkan oleh para wanita pecinta batik dari Paguyuban Sekarjagad ini tampak klasik dan memesona.
Para wanita ini berjalan sambil menari, di tangannya dibentangkan kain batik dengan ukuran panjang 2 meter x 1 meter. Kain batik itu lalu diperlihatkan pada tamu yang hadir di Ruang Gadri, Royal Ambarrukmo Hotel, belum lama ini. Peragaan batik ini menampilkan 10 helai kain batik bermotif wayang, ada motif ramayana, motif pandawa lima, babad alas wanamarta, ciptoning, karonsih, wayang beber, parang sudaraweri, parang keris, curigo dan batik pengakuan Unesco.
Larasati Suliantoro Sulaiman, Ketua Paguyuban Pecinta Batik Sekarjagad menjelaskan batik yang dipamerkan ini merupakan batik motif klasik. Dimana motifnya sudah ada sejak jaman Majapahit. Motif ini kembali dipopulerkan setelah beberapa waktu lalu di presentasikan di UGM dalam sebuah seminar batik.
"Motif ini kita angkat kembali agar masyarakat tahu kekayaan batik Indonesia," ujar Larasati, usai acara tersebut.
Ia mencontohkan batik Karonsih, yang merupakan nama tarian yang menggambarkan sepasang manusia memadu kasih. Keindahan tarian Karonsih ini dituangkan pada motif batik dengan menokohkan pasangan dalam dunia wayang antara lain Rama dan Sinta, Janoko dan Sembrada, werkudoro dan Arimbi, Gatotkaca dan Pergiwa, Kresna dan Rukmini. Ciri khas batik ini dibuat dengan kotak khawung dengan lata gringsing khas gagrak Yogyakarta. "Diharapakan yang memakai batik ini akan memiliki kehidupan yang romantis seperti pasangan wayang itu," ujar wanita yang kini berusia 79 tahun.
Ada juga batik dengan motif parang keris yang merupakan motif pengembangan dari parang rusak dimana bidang parangnya diisi dengan bentuk keris yang di stilir. Batik pandawa lima juga memiliki makna agar yang memakainya memiliki sifat jujur, berani dan menorahs sifat ksatrianya. "Batik-batik seperti yang harus dilestarikan sebagai warisan budaya, supaya menjadi kenangan anak cucu kita di masa mendatang," urainya.
Larasati mengatakan untuk membuat batik wayang memang tidak muda, karena motifnya harus melibatkan dalang dan perajin wayang. Mereka harus bisa menggambar motif itu di atas kain sebelum di proses pencantingan. Itulah sulitnya, maka Larasati kini mulai mengajarkan keterampilan itu pada perajin-perajin di daerah Bantul dan Gunung Kidul. "Masih ada 50 persen pembatik yang masih aktif, mereka mau diberi pelatihan membatik dengan motif-motif klasik," katanya.
Bertepatan dengan Peringatan hari batik nasional ke 4, Larasati mengajak masyarakat untuk memakai batik. Disini, ia menegaskan agar batik yang dipakai adalah batik buatan tangan bukan buatan mesin. Karena baru bisa disebut batik, jika batik itu dikerjakan proses mencanting, membubuhkan malam dan pewarnaan alam. "Batik yang dipakai ya batik tulis, bukan printing. Karena yang banyak beredar di pasaran saat ini masih yang printing," ujarnya. (theresia andayani)
Anda sedang membaca artikel tentang
Motif Batik Ini Sudah Ada Sejak Zaman Majapahit
Dengan url
http://jogyamalioboro.blogspot.com/2013/10/motif-batik-ini-sudah-ada-sejak-zaman.html
Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya
Motif Batik Ini Sudah Ada Sejak Zaman Majapahit
namun jangan lupa untuk meletakkan link
Motif Batik Ini Sudah Ada Sejak Zaman Majapahit
sebagai sumbernya
0 komentar:
Posting Komentar