Laporan Reporter Tribun Jogja, Singgih Wahyu Nugraha
TRIBUNJOGJA.COM, KULONPROGO - Merasa bosan dengan rutinitas mengamen, seorang waria di Kulonprogo ini memutuskan untuk angkat kaki dari jalanan. Dia mencoba menata kembali hidupnya dengan membuka usaha warung lotek.
Suatu siang di warung lotek sederhananya di Pasar Teteg Kulon, Wates, Sigit Ariyanto (39), tampak sibuk di bagian belakang kedai. Dia tengah meracik sambal kacang sebagai bumbu hidangan lotek untuk seorang pembeli. Senyum menghias di sudut bibirnya yang sedikit memerah oleh tipisnya pemoles bibir.
Meski secara lahiriah dia adalah seorang pria, dia memang cukup pandai mempercantik diri seperti layaknya perempuan. Maklum saja, 16 tahun sudah, pria ini hidup di jalanan sebagai waria pengamen. Awal 2013, dia menyatakan "pindah jalur", berhenti sebagai pengamen di lampu merah terminal Wates.
"Saya sudah jenuh, tidak ingin mengamen di jalan lagi. Apalagi, masih banyak orang yang memandang rendah waria, kami maish termajinalkan. Dari situ, saya ingin membuktikan bahwa waria tak selayaknya dianggap remeh," ujarnya, belum lama ini.
Sigit mengisahkan, dirinya pertamakali terjun sebagai pengamen waria pada 1997 di Yogyakarta dan beberapa tahun kemudian pindah ke Kulonprogo. Di jalanan, dirinya memakai nama Siska Taruna sebagai sebutan kondangnya ketika mengamen. Dirinya tergabung dalam Kelompok Trio Badak bersama rekan lainnya yang tergabung dalam Warkop. Saat itu, mereka "menguasai" kawasan lampu merah terminal serta stasiun Wates sebagai lokasi mengamennya.
Setelah berhenti mengamen, dia lalu membuka warung lotek tersebut sebagai tumpuan nafkah mulai April 2013 lalu. Kebetulan, pada wktu itu, ada program bantuan dana Posdaya dari Bupati Kulonprogo untuk pemberdayaan komunitas, termasuk komunitas waria kulonprogo atau Warkop. Dia mengaku sangat berterimakasih atas bantuan tersebut.
"Awalnya pengin buka salon, tapi banyak teman yang ngga setuju. Selain sudah banyak salon, biayanya juga lumayan besar," kata warga Sidorejo, Lendah itu.
Kini, setelah tak lagi menjadi pengamen, nama panggilan Siska masih tetap melekat pada dirinya. Banyak pelanggan, terbiasa memanggilnya dengan sebutan Mbak Siska. Di warung tersebut, rekan-rekannya dari Warkop masih kerap berkumpul di warungnya atau bahkan membantu memasak lotek.
Dalam sehari, dirinya mampu menjual 36 porsi lotek dan gado-gado, serta 25 porsi soto ayam. Seporsi lotek dihargai Rp 5 ribu, gado-gado Rp 6 ribu, soto Rp 3 ribu. Rata-rata pelanggannya berasal dari kalangan pedagang pasar dan sebagian warga sekitar.
"Saya memang yang mengelola warung ini, tapi ini jadi milik bersama komunitas Warkop. Teman-teman sering bantu di sini, terutama si Diana," imbuh Sigit.
Diana yang kala itu terlihat sedang ikut membantu di warung mengatakan, rekan-rekan komunitas Warkop maupun Trio Badak mendukung penuh apa yang dilakukan Siska alias Sigit itu. Meski kini tak lagi bisa mengamen bersama, mereka bisa tetap saling bertemu di warung tersebut dan menjaga kekompakan komunitas.
"Kami sangat senang dengan bantuan dari pemerintah. Kami jadi merasa diperhatikan dan tidak dipandang sebelah mata. Syukur-syukur ada bantuan pemberdayaan lagi nantinya," harapnya.(TRIBUNJOGJA.COM)
Anda sedang membaca artikel tentang
Waria Ini Alih Profesi Jadi Penjual Lotek
Dengan url
http://jogyamalioboro.blogspot.com/2013/07/waria-ini-alih-profesi-jadi-penjual.html
Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya
Waria Ini Alih Profesi Jadi Penjual Lotek
namun jangan lupa untuk meletakkan link
Waria Ini Alih Profesi Jadi Penjual Lotek
sebagai sumbernya
0 komentar:
Posting Komentar